Minggu, 23 Maret 2008

Sayur, untuk Kehidupan

Siang itu, Senin (17/3) sedikit gerimis menemani para pedagang yang sedari subuh bertarung dengan dingin. Meski gerimis datang belakangan, namun dinginnya udara kota Padang di pagi hari tidak terelakkan lagi. Tetapi, rutinitas yang harus dijalankan tidak membuat sedikit pun hati pedagang itu gentar. Malahan semua yang dilakukan sudah menjadi sebuah kebutuhan.

Banyak kehidupan yang bergantung disana, ujar mereka. Biaya kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak, biaya kebutuhan hidup lainnya. Yang wajib untuk dipenuhi demi hidup yang siapapun tidak akan tau sampai kapan.



Namun, segala kekuatan yang dikerahkan untuk berada di Pasar Raya Padang tidak memberikan senyum kepuasan pada Amran, pedagang sayur yang berjualan di pojok pasar sayur yang ada di Jl. Pasar Baru berseberangan dengan Raya Teater.

Harga sayur murah, katanya. saat ini saja untuk wortel bisa dijual Rp 2000 perkilo, bahkan bisa juga Rp 1000 perkilo. Padahal dalam minggu kemarin harganya masih Rp 4000 perkilo. Tak jauh berbeda dengan lobak (kol), sebelumnya harga kol masih Rp 3000 perkilo. Tapi sekarang pedagang berani menjual Rp 1500 perkilo.

"Sekarang kita lebih banyak mengobral dagangan dari pada mempertahankannya. Karena menahan harga hanya akan nmembuat kita rugi, lihat saja itu banyak sekali dagangan kita yang busuk dan terpaksa dibuang dan kita hanya rugi," ujarnya sambil menunjukkan sejumlah wortel yang sudah membusuk di samping lapak tempat ia berdagang.

Kata Amran, saat ini daya beli masyarakat sangat jauh menurun. Sementara pasokan barang tetap, apalagi apa yang dijualnya adalah barang-barang yang tidak tahan lama, jadi kalau tidak habis dalam satu atau dua hari sudah pasti saja membusuk dan akhirnya dibuang. Melihat daya beli pasar yang sangat tidak mendukung tersebut, membuat Amran dan sejumlah pedagang lainnya berani membanting harga dan cukup puas dengan untung sedikit.

Untuk Buncis, lebih lanjut dikatakan oleh Amran harganya cukup stabil Rp 5000 perkilo. Tetapi kondisinya tetap sama, menjualnya sangat susah. Kalau pun ada, buncis ini akan habis ketika datang "pemborong", misalnya mereka mempunyai rumah makan, jadi butuh sayur yang banyak. Tetapi kalau diharapkan dari ibu rumah tangga, rasanya lambat sekali modal itu akan berbalik.

Disisi lain, Ermi pedagang di pasar tradisional ini juga mengatakan kalau saat ini harga tomat juga turun. Dalam pekan kemarin tomat masih bisa ditawarkan dengan harga Rp 6000 perkilo, tetapi sekarang grafik harganya tak jauh berbeda dengan sayur. Juga menunjuk pada angka yang rendah, harga tomat sekarang Rp 4000 perkilo, ujarnya.

Tomat yang ada sekarang, kata Ermi adalah tomat lokal. Karena beberapa pekan terakhir tomat dari luar terutama Jawa tidak masuk lagi, ditambah lagi harga tomat di Jawa juga sudah sangat mahal sekali jadi tidak ada didatangkan.

"Untuk tomat lokal saja sudah tidak tertampung, apalagi kalau menerima tomat dari luar. Kalau Jawa menawarkan harga lebih mahal, tidak bisa diimbangi dengan daya beli masyarakat yang sangat rendah belakangan ini," Ujar Ermi yang tengah sibuk memilih-milih tomat dari kotak pengiriman yang terlihat banyak sekali busuk.(***)

Selengkapnya.....

Diminati Pedagang, Sepi Pengunjung

Deretan toko yang ada di gang Kopas Pasar Raya Barat sudah mulai terisi. Pasalnya, bangunan toko yang terletak disamping pusar grosir Sentral Pasar Raya (SPR) lama sekali terlihat kosong. Apalagi bersamaan dengan banyaknya perpindahan pedagang yang berada di Pasar Raya Barat ini ke SPR menjadikan suasana disepanjang gang ini semakin lengang.

Toko ini, kata Jefri (25) pedagang aksesoris, baru mulai diminati. Semanjak banyaknya terjadi "penggusuran" pedagang kaki lima yang sering mangkal disepanjang pinggiran jalan. Berada dalam kondisi seperti itu, membuat mereka berfikir untuk menyewa toko-toko kecil yang sudah disediakan oleh pemerintah kota.



Dikatakannya, pedagang yang menempati toko berukuran lebih kurang 2x1.5 meter ini kebanyakan berasal dari pedagang yang juga "tergusur" dari SPR. SPR yang tadinya adalah sebuah terminal. Mereka yang berserakan akibat lahan mereka dijadikan tempat perbelanjaan modern, mencoba kembali untuk menata kehidupan yang lebih baik sebagai pedagang.

Apalagi dengan harga sewa toko yang cukup mendukung, kata Jefri, untuk toko ini mereka diberikan keringanan dengan sewa Rp 150.000 perbulan untuk satu petak toko. Sementara untuk pedagang yang ingin mengambil dua petak membayar dengan Rp 300.000 per bulan.

"Mungkin dengan pembayaran yang hanya dalam hitungan perbulan ini cukup banyak yang sanggup untuk membayar, beda dengan pembayaran kontrak per tahun. Sehingga kami pedagang kecil ini sanggup untuk mengambil tempat ini," ujarnya yang mengambil langsung melalui dinas pasar.


Lengang.

Memperoleh tempat yang lebih layak untuk menggelar dagangan merupakan suatu kebanggaan bagi pedagang. Dan kondisi seperti ini pun akan menyenangkan pemerintah. Dengan banyaknya pedagang kaki lima memilih untuk menempati toko-toko yang mereka bangun, sudah pasti akan mengurangi jumlah pedagang kaki lima di sepanjang jalan-jalan yang sering kali membuat kemacetan.

Meskipun jumlah pedagang yang memilih menempati toko dengan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pertumbuhan pedagang kaki lima pertahunnya, namun adanya kesadaran pedagang ini tentu akan mendukung dan sedikit mengurangi kepadatan pedagang kaki lima.

Namun apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Katanya penjualan di gang ini sangat susah sekali. Jangankan penjualan yang didapatkan bisa tersimpan, untuk mengembalikan modal saja sudah susah. Apalagi untuk membayar sewa yang hanya Rp 150.000 untuk satu petak. "Sangat sulit sekali mengumpulkan uang disini," ungkap Jefri yang baru menempati toko ini semanjak sepuluh hari yang lalu.

Katanya, pendapatan yang didapat dalam beberapa hari ini belum lagi mencapai seratus ribu dalam sehari. "Jangankan seratus ribu, limapuluh ribu saja belum lagi saya dapatkan untuk hari yang baru berjalan 10 hari ini," tuturnya lirih.

Kondisi yang sama pun juga diutarakan oleh Eni (40) pedagang makanan ringan dan juga minuman. Katanya, pendapatannya sangat tipis sekali. "Dalam sehari itu paling kami hanya mendapatkan untuk kebutuhan sehari pula, apalagi dengan kondisi ekonomi yang ada sekarang ini. belum lagi semua kebutuhan serba naik, yang penting saat ini hanyalah kita masih bisa berusaha untuk penuhi kebutuhan hidup, tidak hanya diam saja dirumah tanpa ada hasil apa-apa," katanya.(***)

Selengkapnya.....

Padang Kota "Amburadul"

Belakangan ini, pembangunan infrastruktur dan penataan ruang kota Padang masih terkesan amburadul. Keberadaan kota Padang sebagai ibukota Propinsi Sumbar sangat memberikan kesan yang kurang menggenakkan. Kenyataan ini, akan terlihat dari banyaknya pembangunan yang ada tidak memberikan keseimbangan dengan lingkungannya.

Contohnya, saat ini banyak sekali trotoar menjadi lahan untuk bisnis, bahkan yang lebih hangat-hangatnya adalah penataan ruang kota yang sangat tidak signifikan dengan banyaknya bermunculan pemukiman baru di daerah yang lebih tinggi. Perpindahan penduduk yang kebanyakan adalah dikarenakan bencana -gempa dan isu tsunami- yang kerap menghantui masyarakat pantai.



Kawasan pantai, merupakan kawasan yang saat ini ditakuti oleh masyarakat. Kenata tidak, ancaman yang kerap kali terdengar belakangan ini adalah didatangkan dari laut, daerah yang dekat dengan pantai. Dengan kondisi yang berlangsung beberapa waktu ini, membuat masyarakat memilih meninggalkan pantai dan berpindah kelokasi yang lebih tinggi dan disinyalir lebih aman.

Meskipun kata, Irfianda Abidin salan seorang developer kota Padang mengatakan bahwa pemerintah sudah mengajak masyarakat untuk bertawakal dan mendekatkan diri kepada-Nya, namun rasa takut sudah merasuki jiwa mereka -masyarakat- dan sudah sulit untuk melawannya.

Kendati demikian, mereka berpindah, mencari lokasi yang lebih tinggi. Keadaan ini pun didukung oleh keberadaan fasilitas perumahan yang mulai banyak dibangun dilokasi-lokasi yang "dinyatakan" aman tersebut. Tak bisa tidak, rasa takut yang sudah bersemayam kokoh dalam kehidupan masyarakat, membuat mereka tidak lagi memikirkan untuk tetap bertahan.

Memang saat ini kondisinya sangat tidak bagus, ujar Irfianda ketika dihubungan lewat ponselnya, Kamis (20/3). Apalagi dari segi penataan bidang pemukiman. Kondisi juga lebih diperparah dengan banyaknya penduduk yang berpindah ke lokasi yang lebih tinggi. Sehingganya penataan ruang kota lebih tidak signifikan.

Bahkan, kata Irfianda, ia bersama developer lainnya, akan bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan membentuk sebuah manajemen yang harus mensinergikan pembangunan dengan jalan. Kerena menurutnya, permasalahan yang akan ditimbulkan oleh penataan kota yang tidak merata saat ini adalah memberikan pengaruh pada jalan sebagai perhubungan.

Selain itu, pembangunan pemukiman juga harus seimbang dengan kondisi lingkungan yang sudah ada. Sehingga apa yang direncanakan menyatu dengan tata ruang yang ada sekarang ini. "Sehingga permasalahan kesemrautan yang dimaksud tidak lagi terjadi. Dan kedepannya, permasalahan ini akan kita usahakan tidak terjadi lagi," ujarnya.

Dan Irfianda juga mengatakan untuk langkah selanjutnya, penataan pemukiman akan diarahkan pada pemukiman yang bebas dari akslusif class. Dimana tidak ada lagi perbedaan status yang akan menimbulkan perbedaan. Dalam hal ini, diharapkan bisa memberikan pembauran pada masyarakat dari segala golongan, baik miskin maupun kaya.

"Salah satu usaha yang saat ini sedang kita upayakan adalah membentuk pemukiman yang bebas dari eksklusif class. Dimana pemukiaman yang tadinya terdiri dari kelas-kelas sosial, namun saat ini kita sedang mengupayakan untuk membentuk pemukiman yang merata tanpa adanya, perbedaan status sosial," jelas Irfianda.

Menanggapi permasalahan yang sama, Wahyu Iramana Putra, Direktur PT. Griya Prima Elok mengatakan bahwa kondisi saat ini tak lain adalah dikarenakan kurangnya perencanaan untuk memulai pembangunan. Hendaknya, pemerintah kota melalui tata ruang kota membentuk planing awal tentang tatanan ruang kota yang baik.

Misalnya, dengan membentuk pengelompokan-pengelompokan yang berkompeten. Agar nantinya tidak adalagi terlihat tata ruang yang campur aduk. Setiap kawasan, kata Wahyu diatur sedemikian rupa, contohnya untuk kawasan industri, kawasan pendidikan, kawasan pemukiman. Sehingga tidak ada kesimpang siuran, jangan nantinya diareal perumahan yang bagus jalannya sempit atau banyak hal lainnya.

"Untuk wilayah di sepanjang Jl. Khatib Sulaiman misalnya. Kita tahu daerah itu merupakan kawasan perkantoran, rasanya tidak cocok kalau kita tempatkan disana SPBU, Dealer dan hal-hal lain yang sifatnya bisnis," tuturnya.

Bahkan, kata Wahyu untuk pemukiman yang lebih menuju ke ketinggian, dengan perhitungan 24 meter dari dasar laut yang sedang banyak terjadi saat ini, agar lebih dicermati lagi oleh pihak terkait. Dimana daerah kecamatan Lama --Padang Timur dan sekitarnya-- yang menjadi sasaran masyarakat untuk mengantisipasi bencana yang sering terjadi ini mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah khususnya bidang tata ruang kota.

Untuk lebih mudahnya, pemerintah hendaknya lebih transparansi dengan publik, agar tidak ada kecurangan dan juga segala sesuatunya bisa berjalan dengan lancar. Jangan nantinya, masyarakat setempat menanggung kerugian dari apa yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, ujarnya.

"Kita berharap, supaya pemerintah lebih memperhatian hal ini. terutama sekali pemukiman yang mengarah ke tempat ketinggian, supaya tidak terjadi lagi kekeliruan dalam penataan kota. Terutama sekali adalah dengan memperhatikan kebutuhan publik," kata Wahyu.(***)

Selengkapnya.....

Jumat, 21 Maret 2008

rita manis






Selengkapnya.....

Isyarat Hati ...

dalam sudut kelam ku terkurung
tak ada celah yang beri ku udara
sungguh tak mungkin ku dapat cahaya
ku tercekik dan
hampir binasa
segudang harapan
tak kunjung ada
katanya ini
dunia ku
kata mereka yang selalu menertawakan ku
tertawa
akan asa ku yang telah sia-sia
tapi tidak bagi ku
aku akan selalu terjaga
mengikuti setiap gerak dan
langkah mu
dalam diam
tanpa ada yang tahu (***)

Selengkapnya.....

Kamis, 20 Maret 2008

kata hati


dalam sudut kelam ku terkurung
tak ada celah yang beri ku udara
sungguh tak mungkin ku dapat cahaya
ku tercekik dan
hampir binasa
segudang harapan
tak kunjung ada
katanya ini
dunia ku
kata mereka yang selalu menertawakan ku
tertawa
akan asa ku yang telah sia-sia
tapi tidak bagi ku
aku akan selalu terjaga
mengikuti setiap gerak dan
langkah mu
dalam diam
tanpa ada yang tahu (***)

Selengkapnya.....

Sabtu, 15 Maret 2008

Revitalisasi Tertunda

Revitalisasi tiga pasar yang dilakukan oleh pemerintah kota Padang terancam gagal. Pasalnya, perencanaan yang mengambil tiga lokasi pasar tradisional yang ada dikota Padang yang sudah direncanakan semenjak akhir 2005 lalu belum ada kelanjutannya.

Kamis (13/3), terlihat bahwa pada Pasar Alai, Pasar Bandar Buat dan Pasar Simpang Haru yang merupakan target pemerintah ini tidak ada tindak lanjutnya semenjak pembangunan yang sudah jalan beberapa waktu lalu. Bahkan, untuk Pasar Simpang Haru hingga saat ini belum terlihat adanya tanda-tanda akan dimualinya pelaksanaan.



Begitu juga untuk Pasar Alai, jalannya pembangunan di pasar ini juga tidak menampakkan keseriusan. Hingga saat ini, tidak terlihat adanya kelanjutan dari perencanaan tersebut. Padahal dalam pembangunan ini sudah dianggarkan dana yang cukup besar.

Kondisi yang sama juga terjadi pada Pasar Simpang Haru. Pada lokasi ini, yang baru terlihat hanya plang yang mengatakan bahwa di kawasan tersebut akan dibangun pusat perbelanjaan modern. Tetapi tidak ada tanda-tanda kelanjuan dari pembangunannya.

Namun, anggapan ini dibantah oleh kepala dinas pasar kota padang Drs. H. Deno Indra Firmansyah, MM. Katanya, rencana pembangunan dari tradisional menjadi modern ini bukan gagal. Hanya saat pembangunan yang dilakukan ini mengalami permasalahan. Permasalahan yang belum bisa teratasi oleh infestor atau pihak ketiga selaku pengelola.

Untuk pasar bandar buek yang saat ini terbengkalai, katanya adalah disebabkan ketersendatan kucuran dana. Infestor mengandalkan dana dari bank untuk menjalankan tender yang dimenangkannya, dengan kucura dana yang tidak lancar akhirnya pembangunan yang sudah dilakukan semenjak dua tahun yang lalu terhenti.

Mengenai hal ini, kata Deno dinas pasar sebagai pengarah pembangunan sudah melakukan tinjauan dalam permasalahan ini. Hingga saat ini pihak infestor masih mengusahakan kucuran dana demi terlaksananya pembangunan yang sudah setengah jadi ini.

Dilain hal, kata Deno untuk pasar Alai sebenarnya bukan tidak terlaksana. Pembangunannya sudah dimulai tetapi masih terbengkalai. Dan dalam pengelolaan pasar alai ini, yang bertindak sebagai pengelola adalah disperindag. Sedangkan dinas pasar hanya berperan sebagai teknisi atau pengarah saja.

Sama halnya dengan pembangunan yang sudah direncanakan untuk pasar simpang haru. Kata Deno, pembangunan pasar yang sebelumnya sudah ditempati ini tidak mudah. Harus melalui beberapa tahapan, salah satunya adalah pembebasan lahan yang dilakukan melalui sosialisasi kepada mereka yang selama ini sudah menempati lokasi tersebut.

"Sosialisasi ini bukan persolan gampangan. Sangat susah sekali menghadapi mereka yang hadir dengan berbagau macam argumen. Ketika kesepakan belum tercapai, pembangunan tidak akan jalan, " ujar Deno ketika ditemui di ruang kerjanya.(***)

Selengkapnya.....

Jumat, 14 Maret 2008

Bunga Cinta

Kenyang bertarung dengan ombak di laut, membuat Doni mencoba mencari pengalaman barunya dengan menjadi pedagang bunga di Pasar Raya Padang. Meskipun ini adalah pengalaman pertamanya tapi ia akan terus berusaha merebut perhatian pasar dengan apa yang ia jual. Apalagi bunga yang sekarang ia jual di pinggir jalan dekat bundaran air mancur Pasar Raya Padang ini masih tergolong baru.

"Bunga cinta telah hadir di kota padang," ungkap Doni Minggu (2/3). Bunga cinta ini, diungkapkan Doni berasal dari kepulauan Jawa tepatnya di Ponorogo. Nama asli bunga ini adalah bunga lidi sesuai dengan tangkai bunga yang berasal dari lidi kelapa yang diawetkan sehingga tidak musah patah dan bisa tahan lama.



Sementara itu, untuk pemanis lidi ini dilapisi dengan cat dan ditambahkan beberapa manik (mutiara-mutiara) dan dikombinasikan dengan bahan lainnya sehingga menjadikan setangkai bunga yang indah dan tentu saja menarik perhatian pengunjung.

Dengan berbagai warna yang indah, Doni menyusunnya dalam pot besar dan tinggi. Dalam satu pot bunganya bisa mencapai 200 tangkai. Dan bunga ini pun dipajang didekat jalan yang biasa ramai dikunjungi. Tentunya hal ini bertujuan untuk memudahkan pengunjung pasar melihat jenis produk yang masih baru ini.

Mengenai harga, kata Doni dalam 15 tangkai dijual Rp 10.000. Pembeli boleh memilih dan mengkombinasikan sesuai warna dan selera mereka masin-masing. Kalau dilihat dari segi pemasaran, katanya masih dalam tahap pengenalan, kebanyakan pengunjung hanya sekedar melihat-lihat dan juga memegang-megang. Hanya sekali-kali bertanya, bunga ini dari apa?

Meskipun demikian bunga Ponorogo yang sekarang sudah menjadi bunga Padang dengan nama bunga cinta ini, dalam satu hari bisa terjual 50 hingga 250 tangkai. Sementara dalam proses pembutannya dalam satu hari hanya bisa menyiapkan 100 tangkai oleh dua orang tenaga, yaitu ia sendiri dan dibatu keluarganya.(***)Kenyang bertarung dengan ombak di laut, membuat Doni mencoba mencari pengalaman barunya dengan menjadi pedagang bunga di Pasar Raya Padang. Meskipun ini adalah pengalaman pertamanya tapi ia akan terus berusaha merebut perhatian pasar dengan apa yang ia jual. Apalagi bunga yang sekarang ia jual di pinggir jalan dekat bundaran air mancur Pasar Raya Padang ini masih tergolong baru.

"Bunga cinta telah hadir di kota padang," ungkap Doni Minggu (2/3). Bunga cinta ini, diungkapkan Doni berasal dari kepulauan Jawa tepatnya di Ponorogo. Nama asli bunga ini adalah bunga lidi sesuai dengan tangkai bunga yang berasal dari lidi kelapa yang diawetkan sehingga tidak musah patah dan bisa tahan lama.

Sementara itu, untuk pemanis lidi ini dilapisi dengan cat dan ditambahkan beberapa manik (mutiara-mutiara) dan dikombinasikan dengan bahan lainnya sehingga menjadikan setangkai bunga yang indah dan tentu saja menarik perhatian pengunjung.

Dengan berbagai warna yang indah, Doni menyusunnya dalam pot besar dan tinggi. Dalam satu pot bunganya bisa mencapai 200 tangkai. Dan bunga ini pun dipajang didekat jalan yang biasa ramai dikunjungi. Tentunya hal ini bertujuan untuk memudahkan pengunjung pasar melihat jenis produk yang masih baru ini.

Mengenai harga, kata Doni dalam 15 tangkai dijual Rp 10.000. Pembeli boleh memilih dan mengkombinasikan sesuai warna dan selera mereka masin-masing. Kalau dilihat dari segi pemasaran, katanya masih dalam tahap pengenalan, kebanyakan pengunjung hanya sekedar melihat-lihat dan juga memegang-megang. Hanya sekali-kali bertanya, bunga ini dari apa?

Meskipun demikian bunga Ponorogo yang sekarang sudah menjadi bunga Padang dengan nama bunga cinta ini, dalam satu hari bisa terjual 50 hingga 250 tangkai. Sementara dalam proses pembutannya dalam satu hari hanya bisa menyiapkan 100 tangkai oleh dua orang tenaga, yaitu ia sendiri dan dibatu keluarganya.(***)

Selengkapnya.....